Cara menghadapi pandemi Covid-19 tidak hanya dengan disiplin menerapkan pola hidup sesuai protokol kesehatan, tapi sebagai seorang muslim penting untuk tidak melupakan aspek spiritual.
Ada empat cara kita menghadapi covid 19 dalam perspektif Islam diantaranya senantiasa berikhtiar dan berusaha, menyadari segala perbuatan dosa dan bertaubat kepada Allah dengan beristighfar, perbanyak bersedekah, dan berdoa kepada Allah sepanjang waktu,” ungkap Gunawan, SPdI, MTH, Sekretaris Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara yang menjadi narasumber dalam seminar online “Cara Menghadapi Pandemi covid 19 : Aspek Spritual dan Emosional” yang digelar via aplikasi video confrence, (15/5).
Seminar yang digelar Tim UMSU Peduli Covid 19 dan Fakultas Kedokteran juga menghadirkan Cut Sarah M.Psi selaku psikolog dengan topik ” Dampak Psikologi dan Cara Menghadapi Pandemi Covid-19″. Kegiatan seminar ini diikuti oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan civitas akademika universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, kalangan medis dan kesehatan serta masyarakat umum.
Gunawan menjelaskan, sebagai seorang mukmin dalam menyikapi pandemi ini harus berpegang pada HR. Muslim no.2999 dimana disebutkan “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin, seluruh urusannya itu baik. Ini tidak di dapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapat kesenangan maka ia bersyukur dan sebaliknya jika mendapat kesusahan maka dia bersabar”.
Dalam firman Allah juga disebutkan tidak ada suatu musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi hidayah (QS. At-Taghabun:11)
Lebih lanjut, bahwa pandemi covid 19 ini adalah ciptaan Allah yang dihadirkan sebagai ujian dan cobaan bagi kita semua. Hadirnya pandemi ini seketika mengubah pandangan kita yang selama ini mempertuhankan dunia dengan sekejap mata kita menyadari sejatinya semua yang ada di dunia tidak ada artinya disisi Allah melainkan hanya keimanan dan ketaqwaan lah yang paling utama.
Pandemi covid-19 ini bisa jadi cobaan bisa juga rahmat bagi Umat Islam yang diberikan oleh Allah SWT. Maka masa pandemi ini
bisa dipandang sebagai perjuangan yang sangat luar biasa “Apabila kita sabar dan berpasrah diri dengan keimanan dan ketaqwaan niscaya ada balasan pahala dari Allah SWT caranya dengan perbanyak bertasbih dan mengingat Allah,” ujarnya.
Sementara dalam perspektif psikologi, Cut Sarah, menjelaskan respon masyarakat terhadap covid 19 sangat beragam, ada yang cuek seperti tidak ada kejadian, menganggap sepele, stres, takut, bahkan sampai ketahap depresi. Begitupun terhadap psikologis yang dirasakan masyarakat dikarenakan adanya perubahan dari segi aspek kehidupan, ketidakpastian akhir dari pandemi, kecemasan yang berlebihan, depresi dan pemikiran-pemikiran negatif lainnya yang timbul dan mempengaruhi fikiran.
Dalam menghadapi pandemi ini menurut Cut, masyarakat harus memiliki resilensi yaitu kemampuan untuk beradaptasi dan teguh dalam situasi sulit. Adapun faktor penentu resiliensi diantaranya faktor biologi, self-awareness, self-regulation, mental agility, optimis, self-efficacy, Connection, dan positive institutions.
Selain itu kita harus yakin pada character strengths yang dimiliki sehingga dapat digunakan untuk mengatasi tantangan, menciptakan emosi positif sehingga mampu melihat, mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan dan membangun hubungan yang lebih kuat antar sesama.
Orang yang optimis memiliki harapan akan masa depan yang lebih baik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi saat pandemi dengan jiwa optimis, yaitu sebaiknya kita tidak terlalu keras dengan diri sendiri, temukan kesenangan dari hal-hal kecil di sekitar, membuat catatan hal-hal apa saja yang patut disyukuri, memahami bahwa pandemi ini pasti ada hikmah tersendiri, berbuat baik dan menolong sesama, dan jangan suka berfikir negatif namun jangan juga terlalu over positif, ujar Cut.